Kelihatannya Ibadah untuk Akhirat, Namun Hanya Mendapat Duniawi
Dalam kehidupan ini, banyak amal ibadah yang secara lahiriah terlihat seperti bentuk ketaatan kepada Allah SWT. Namun, sangat disayangkan, tidak sedikit di antaranya yang ternyata hanya bernilai duniawi di sisi Allah karena niat dan tujuannya telah melenceng. Ibadah yang seharusnya menjadi jalan menuju surga, justru hanya berujung pada pujian manusia, keuntungan materi, atau popularitas belaka.
Allah SWT berfirman:
“Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak dirugikan. Mereka itulah orang-orang yang tidak memperoleh (apa-apa) di akhirat kecuali neraka, dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia, dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. Hud: 15–16)
Contoh-Contoh Ibadah yang Ternoda Niatnya
Istri Membuatkan Kopi Suami sambil Mengeluh. Saat membuat kopi sang isteri sambil mengeluh. Untuk meluruskan niat ibadah lakukan sambil bersholawat.
-
Shalat yang Pamer
Melaksanakan shalat, tetapi hanya agar dilihat orang lain sebagai orang saleh. Nabi Muhammad ﷺ bersabda:"Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik kecil." Para sahabat bertanya, "Apakah syirik kecil itu, wahai Rasulullah?" Beliau menjawab, "Riya’.”
(HR. Ahmad) -
Bersedekah agar Dipuji
Tangan kanan memberi, tapi tangan kiri ikut memposting ke media sosial untuk mendapatkan likes dan komentar "Masya Allah" dari manusia. -
Menulis Buku Agama atau Ceramah hanya demi Nama
Karya-karya keislaman diterbitkan, namun semata-mata untuk meraih popularitas dan pasar, bukan untuk menyebarkan dakwah. -
Haji dan Umrah demi Gengsi Sosial
Sebagian orang pergi ke Tanah Suci bukan karena panggilan iman, tetapi agar mendapat gelar "Haji" dan dihormati dalam masyarakat.
Mengapa Bisa Terjadi?
Fenomena ini terjadi karena hati tidak dijaga dan niat tidak diluruskan. Seseorang bisa saja memulai ibadah karena Allah, namun seiring perjalanan, ia tergoda oleh tepuk tangan manusia, keuntungan bisnis, atau penghargaan duniawi. Inilah yang disebut oleh para ulama sebagai penyakit riya, sum’ah, dan ujub.
Akibatnya di Akhirat
Rasulullah ﷺ menyampaikan peringatan yang sangat keras dalam hadits berikut:
"Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili pada hari kiamat adalah seseorang yang mati syahid. Lalu dia didatangkan, Allah memperlihatkan nikmat-Nya, maka dia mengenalinya. Lalu Allah bertanya, 'Apa yang kamu lakukan dengan nikmat itu?' Dia menjawab, 'Aku berperang karena-Mu hingga aku mati syahid.' Allah berkata, 'Engkau bohong! Tapi kamu berperang agar disebut pemberani.' Maka dia diseret ke neraka…”
(HR. Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa amal ibadah tanpa keikhlasan tidak akan diterima, meskipun tampaknya besar dan hebat.
Menjaga Keikhlasan dalam Ibadah
Agar ibadah benar-benar menjadi bekal akhirat, maka:
-
Luruskan niat: Setiap sebelum beramal, tanyakan dalam hati, “Untuk siapa aku melakukan ini?”
-
Sembunyikan amal: Jika bisa dirahasiakan, maka lebih utama.
-
Perbanyak muhasabah: Evaluasi diri setiap hari agar tidak tergelincir dalam kesia-siaan.
-
Minta perlindungan kepada Allah dari riya: Doa Nabi ﷺ:
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari menyekutukan-Mu dalam keadaan aku mengetahui, dan aku memohon ampunan atas (syirik) yang tidak aku ketahui.”
Penutup
Ibadah yang sejati bukan hanya tentang gerakan atau kata-kata. Ia berakar dari hati yang ikhlas, yang hanya mengharap ridha Allah SWT semata. Jangan sampai seluruh amal yang kita banggakan di dunia justru menjadi tumpukan debu di akhirat karena tidak dibarengi niat yang murni.
Mari kita periksa kembali: Apakah ibadah kita benar-benar untuk akhirat, atau hanya demi citra dunia?
Komentar
Posting Komentar