Kultum subuh Masjid Firdaus Madiun
Kisah Sahabat Nabi
Penyesalan di Ujung Usia
Kisah Sahabat Sya’ban yang Dirindukan di Masjid
Suatu pagi, Rasulullah ﷺ merasakan ada yang berbeda. Beliau melihat salah satu sahabat setianya, Sya’ban, tidak hadir di masjid untuk melaksanakan salat subuh berjamaah seperti biasanya. Kehilangan sosok yang senantiasa setia dalam barisan salat membuat Rasulullah ﷺ bertanya-tanya, “Kemana Sya’ban?”
Beliau mencari tahu kabar Sya’ban dari para sahabat yang lain, tetapi tidak ada seorang pun yang mengetahui keberadaan dan keadaan Sya’ban saat itu. Karena rasa cinta dan kepeduliannya yang begitu dalam kepada sahabat-sahabatnya, Rasulullah ﷺ sampai menunda waktu memulai salat subuh berjamaah, berharap Sya’ban segera datang.
Namun, waktu terus berjalan. Sya’ban tetap tidak kunjung tiba. Dengan penuh pertimbangan, akhirnya Rasulullah ﷺ memutuskan untuk memulai salat subuh berjamaah. Beliau khawatir jika menunggu terlalu lama, waktu subuh akan segera berlalu.
Kisah ini menggambarkan betapa besar perhatian Rasulullah ﷺ terhadap para sahabatnya, bahkan dalam hal sekecil ketidakhadiran dalam salat berjamaah. Rasulullah ﷺ mengajarkan kepada kita pentingnya menjaga kebersamaan, saling memperhatikan, dan merindukan saudara kita di dalam kebaikan, khususnya dalam ibadah.
Pelajaran Penting dari Kisah Ini:
-
Kepedulian Sosial dalam Ibadah
Rasulullah ﷺ tidak hanya fokus pada ibadahnya sendiri, tetapi juga peduli terhadap kehadiran orang lain di dalam jamaah. -
Merindukan Saudara dalam Kebaikan
Orang-orang yang terbiasa melakukan kebaikan akan dirindukan ketika mereka tidak hadir. Ini menjadi pengingat agar kita senantiasa menjaga keistiqamahan dalam amal saleh. -
Menjaga Waktu Salat
Meskipun Rasulullah ﷺ menunggu, beliau tetap mengutamakan ketepatan waktu salat. Ini menjadi pelajaran bahwa ibadah berjamaah penting, namun waktu salat juga harus dijaga.
Kisah Sahabat yang Menyesal Saat Sakaratul Maut
Dikisahkan, seorang sahabat Nabi Muhammad ﷺ tengah menghadapi sakaratul maut. Dalam detik-detik terakhir kehidupannya, sahabat tersebut mengucapkan tiga kalimat yang membuat orang-orang di sekitarnya tertegun:
-
"Aduh, kenapa tidak lebih jauh?"
Ia menyesali bahwa perjalanan amalnya selama hidup tidak cukup panjang. Ia merasa seandainya ia bisa melangkah lebih jauh dalam kebaikan dan ibadah, tentu ia akan lebih siap menghadapi kematian. -
"Aduh, kenapa tidak lebih baik?"
Ia menyesal karena kualitas amalnya selama hidup belum maksimal. Ia merasa seharusnya ia bisa lebih ikhlas, lebih tulus, dan lebih sempurna dalam melakukan ibadah dan kebaikan. -
"Mengapa tidak semuanya?"
Ia menyesali bahwa tidak seluruh hidupnya ia isi dengan amal saleh. Ada waktu yang ia sia-siakan, ada kesempatan yang terlewatkan untuk berbuat baik.
Pelajaran Berharga dari Kisah Ini
Kisah ini memberikan kita peringatan bahwa penyesalan terbesar adalah ketika waktu sudah habis, sementara amal belum maksimal. Kita sering menunda, sering merasa sudah cukup, padahal kesempatan masih terbuka lebar.
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara: mudamu sebelum datang masa tuamu, sehatmu sebelum datang sakitmu, kayamu sebelum datang kefakiranmu, waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan hidupmu sebelum datang kematianmu."
(HR. Al Hakim dan Al Baihaqi)
Mari kita jadikan kisah ini sebagai cermin hidup. Jangan menunggu waktu tua, jangan menunggu esok hari. Mulailah dari sekarang, dari hal kecil, dan dari diri sendiri. Semoga Allah memberikan kita umur panjang yang berkah, amal yang diterima, dan husnul khatimah di akhir hayat kita. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar