Dalam Islam, kepemimpinan bukan sekadar jabatan duniawi, melainkan amanah besar yang kelak dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Seorang pemimpin yang berbohong, menipu, atau menyesatkan rakyatnya tidak hanya menanggung dosanya sendiri, tetapi juga bisa menyeret para pendukungnya dalam dosa yang sama. Hal ini menjadi peringatan keras bagi umat Islam agar berhati-hati dalam memilih dan mengikuti pemimpin.
Pemimpin Adalah Amanah
Rasulullah ﷺ bersabda:
"Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya."
(HR. Bukhari no. 893 dan Muslim no. 1829)
Kepemimpinan adalah amanah, bukan sekadar jabatan atau kekuasaan. Seorang pemimpin dituntut untuk jujur, adil, dan mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi.
Bahaya Dusta dalam Kepemimpinan
Berbohong dalam kepemimpinan adalah dosa besar. Dalam sebuah hadis, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Tanda orang munafik itu ada tiga: apabila berbicara dia berdusta, apabila berjanji dia ingkar, dan apabila dipercaya dia berkhianat."
(HR. Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59)
Dusta adalah ciri utama kemunafikan. Jika seorang pemimpin berdusta kepada rakyatnya, maka dia telah membawa sifat kemunafikan dalam kepemimpinannya. Lebih berbahaya lagi, kebohongan itu dapat merusak kepercayaan, menjerumuskan rakyat pada kesesatan, dan menyebabkan kerusakan luas di muka bumi.
Dosa Pemimpin dan Pengikutnya
Dalam Al-Qur'an, Allah menegaskan bahwa setiap orang bertanggung jawab atas pilihannya, termasuk memilih pemimpin:
"Dan mereka semuanya akan memikul dosa-dosanya sendiri dan dosa-dosa orang-orang yang mereka sesatkan tanpa pengetahuan. Ingatlah, amat buruklah apa yang mereka pikul itu."
(QS. An-Nahl: 25)
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa siapa pun yang menjadi sebab kesesatan orang lain, dia akan memikul dosa mereka juga, tanpa mengurangi dosa si pelaku.
Dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Barang siapa menyeru kepada kesesatan, maka dia akan mendapatkan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa mengurangi sedikit pun dosa-dosa mereka."
(HR. Muslim no. 2674)
Dengan demikian, jika seseorang memilih pemimpin yang ia tahu suka berdusta dan berbuat zalim, lalu pemimpin itu menyesatkan atau merusak, maka ia ikut memikul dosa atas pilihannya tersebut.
Kewajiban Umat dalam Memilih Pemimpin
Dalam Islam, memilih pemimpin bukan sekadar hak, melainkan kewajiban syar'i. Rasulullah ﷺ bersabda:
"Apabila tiga orang keluar dalam satu perjalanan, hendaklah mereka mengangkat salah satu di antara mereka menjadi pemimpin."
(HR. Abu Dawud no. 2608)
Jika dalam perjalanan kecil saja disyariatkan memilih pemimpin, apalagi dalam urusan besar seperti negara. Maka wajib bagi umat Islam memilih pemimpin yang:
-
Shiddiq (jujur)
-
Amanah (dapat dipercaya)
-
Tabligh (menyampaikan kebenaran)
-
Fathanah (cerdas)
Memilih pemimpin yang jujur adalah bagian dari menjaga amanah umat dan menunaikan kewajiban agama.
Islam menekankan pentingnya kejujuran dalam kepemimpinan. Pemimpin yang berdusta membawa kehancuran, tidak hanya bagi dirinya, tetapi juga bagi rakyatnya. Umat Islam harus berhati-hati dalam memilih dan mendukung pemimpin, karena kelak akan dimintai pertanggungjawaban atas pilihannya.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
"Tidaklah suatu kaum dipimpin oleh seorang pemimpin yang berkhianat, melainkan Allah akan mengharamkan surga baginya."
(HR. Ahmad dan Al-Hakim, shahih)
Semoga Allah senantiasa memberikan kita taufik untuk memilih pemimpin yang jujur, adil, dan amanah. Aamiin.
Komentar
Posting Komentar