Fenomena perpindahan agama selalu menjadi topik yang menarik. Dalam sejarah maupun realitas sosial, ada kecenderungan bahwa orang-orang sederhana, tulus, dan berhati baik sering tertarik kepada agama Kristen, sementara orang-orang berilmu, kritis, dan haus akan kebenaran justru lebih banyak menemukan hidayah dalam Islam. Mengapa demikian?
1. Kekristenan: Pesan Kasih yang Menyentuh Hati
Banyak orang dari kalangan ekonomi lemah atau masyarakat kecil tertarik kepada Kristen karena ajaran kasih yang begitu menyejukkan hati. Pesan “Tuhan adalah kasih” sangat kuat menggerakkan perasaan, terutama bagi mereka yang hidup dalam tekanan, kesusahan, dan kekurangan.
- Pelayanan sosial yang nyata: Gereja sering hadir melalui bantuan pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan pokok.
- Ajaran sederhana dan emosional: Injil menekankan cinta kasih, pengampunan, dan harapan hidup kekal.
Karena itu, tidak jarang orang baik yang hidupnya sederhana, dengan hati yang bersih dan ikhlas, merasa terikat dengan ajaran kasih dalam Kristen.
Contoh tokoh:
- Fransiskus Asisi (Italia, abad ke-13), dikenal sebagai orang saleh yang sangat rendah hati dan peduli pada kaum miskin. Ia memilih hidup sederhana bersama rakyat jelata dan ajarannya penuh kasih sayang. Banyak pengikutnya berasal dari kalangan sederhana yang tergerak oleh ketulusannya.
- Bunda Teresa di India juga menjadi contoh nyata: ribuan orang miskin tertarik kepada Kristen karena kasih dan pelayanan kemanusiaannya.
2. Islam: Agama Ilmu dan Pemikiran
Di sisi lain, banyak orang berilmu justru tertarik pada Islam. Mengapa? Karena Islam bukan hanya mengajarkan kasih, tetapi juga mengajak manusia berpikir, meneliti, dan mencari kebenaran dengan logika dan ilmu.
- Al-Qur’an penuh tantangan intelektual: Ayat-ayatnya sering mengajak manusia “afala ta‘qilun” (tidakkah kamu berpikir?) atau “afala tatafakkarun” (tidakkah kamu merenung?).
- Keseimbangan antara iman dan akal: Islam memadukan spiritualitas dengan rasionalitas, sehingga ilmuwan, filsuf, dan pencari kebenaran menemukan jawaban dalam Islam.
- Sejarah nyata: Banyak tokoh besar—mulai dari ulama klasik hingga ilmuwan modern—mengakui bahwa Islam adalah agama yang sejalan dengan akal sehat dan pengetahuan.
Contoh tokoh:
- Maurice Bucaille (dokter dan ilmuwan Prancis), setelah meneliti sains dalam Al-Qur’an, menulis buku La Bible, le Coran et la Science yang kemudian mendorongnya masuk Islam.
- Hamza Yusuf (ulama dan cendekiawan Amerika), awalnya seorang pemuda Kristen yang kritis, masuk Islam setelah mendalami filsafat dan menemukan kebenaran Al-Qur’an.
- Abdussalam (fisikawan Pakistan, peraih Nobel), meski lahir Muslim, perjalanan intelektualnya menunjukkan bahwa Islam sejalan dengan penelitian ilmiah modern. Banyak ilmuwan lain pun masuk Islam karena alasan serupa.
3. Hati dan Akal: Dua Jalan Menuju Tuhan
Fenomena ini menunjukkan bahwa manusia memiliki jalan yang berbeda menuju Tuhan:
- Jalan hati: lebih mudah disentuh dengan ajaran kasih, pelayanan, dan pengampunan.
- Jalan akal: lebih condong kepada argumentasi, logika, dan kesesuaian dengan ilmu pengetahuan.
Kristen banyak menyentuh hati orang-orang yang sederhana dan tulus, sementara Islam membuka pintu luas bagi mereka yang ingin berpikir kritis dan mencari kebenaran ilmiah.
4. Kesimpulan
Agama sejatinya adalah jalan menuju Tuhan, namun manusia memilihnya berdasarkan kebutuhan jiwa. Orang yang tulus dan sederhana sering merasa cukup dengan kasih, sementara orang berilmu ingin mencari kebenaran yang rasional dan mendalam.
Islam pada akhirnya menyatukan keduanya: hati yang lembut dan akal yang cerdas. Maka tak heran, Islam sering menjadi tujuan akhir perjalanan panjang seorang pencari kebenaran.
0 Comments