Qurban: Setiap Kita Punya “Ismail” yang Harus Dipasrahkan pada Allah
Ibadah Qurban bukan sekadar menyembelih hewan. Lebih dalam dari itu, Qurban adalah simbol totalitas kepasrahan, ketaatan, dan cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Setiap tahun, ketika Idul Adha tiba, kita diingatkan pada kisah agung Nabi Ibrahim ‘alaihissalam dan putranya, Ismail, yang menjadi simbol pengorbanan terbesar dalam sejarah umat manusia.
Siapa “Ismail” dalam Hidup Kita?
Kisah Nabi Ibrahim bukan hanya sejarah. Ia adalah cermin kehidupan setiap insan beriman. Dalam diri kita, ada “Ismail-Ismail” yang kita cintai. Bisa jadi itu harta kita, jabatan, keluarga, ego, bahkan mimpi dan ambisi pribadi. Sesuatu yang begitu kita genggam, namun seringkali menjadi penghalang untuk total tunduk pada kehendak Allah.
Qurban mengajarkan bahwa jika Allah memerintahkan, kita harus siap melepaskan “Ismail” itu—apapun bentuknya. Karena bukan dunia yang kita kejar, tapi akhirat. Bukan pujian manusia yang kita cari, tapi ridha Allah semata.
Pasrah Tanpa Syarat, Seperti Ibrahim
Bayangkan seorang ayah yang telah lama mendambakan anak, lalu diperintahkan menyembelih anak itu sendiri. Tapi Nabi Ibrahim tidak membantah. Ia tidak menawar, tidak menunda. “Jika itu perintah Allah, aku akan laksanakan.” Dan Ismail pun menjawab dengan kepasrahan yang luar biasa: “Wahai ayahku, lakukan apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah, engkau akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. As-Saffat: 102)
Inilah puncak dari keimanan—ketaatan tanpa syarat.
Bukan Darah dan Dagingnya, Tapi Ketakwaan Kita
Allah tegaskan dalam Al-Qur’an:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamu-lah yang dapat mencapainya.”(QS. Al-Hajj: 37)
Jadi, bukan kambing, sapi, atau unta yang Allah lihat. Tapi sejauh mana kita rela berkorban, menundukkan keinginan dunia demi taat kepada Allah. Itulah hakikat Qurban.
Akhirat Tujuan Kita, Bukan Dunia
Sering kali, kita melakukan sesuatu demi keuntungan duniawi. Tapi Qurban mengingatkan: hidup ini bukan tentang dunia yang sementara, tapi tentang akhirat yang abadi. Sejatinya, Qurban melatih kita agar hidup dalam kerangka ibadah, menjadikan semua yang kita miliki sebagai wasilah menuju Allah, bukan tujuan itu sendiri.
Penutup: Sudahkah Kita Siap Menyembelih “Ismail” Kita?
Momen Idul Adha adalah waktu yang tepat untuk merenung: Apa yang paling kita cintai tapi belum mampu kita lepaskan demi Allah? Apa yang menjadi “Ismail” dalam hidup kita?
Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mampu berqurban bukan hanya dengan hewan, tetapi dengan hati, jiwa, dan seluruh kehidupan kita. Karena sejatinya, Qurban adalah tentang pasrah kepada Allah, bukan menuruti keinginan dunia.
.
Komentar
Posting Komentar